Thursday, May 21, 2020

STRATEGI PUBLIC RELATIONS AIR ASIA MENANGGANI KASUS KECELAKAAN PESAWAT QZ8501



LATAR BELAKANG

Setiap organisasi, termasuk korporasi dan institusi bisnis lainnya, rentan terhadap krisis. Krisis merupakan suatu peristiwa yang kehadirannya dapat membahayakan atau mengancam citra, reputasi, stabilitas keuangan suatu organisasi, bahkan mengancam keberlangsungan hidup organisasi. Meski krisis juga bisa menjadi sebuah peluang bagi organisasi untuk memperbaiki dan mentrasformasi diri, namun pada umumnya kegagalan mengelola krisis akan berakibat pada hal-hal negatif yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, PR atau Public Relation dalam sebuah perusahaan memiliki peran yang sangat penting. Strategi PR yang baik dapat membantu perusahaan mengembangkan bisnisnya dengan mudah, menghindari segala ancaman dan memperoleh dukungan dari berbagai kalangan. Strategi PR yang baik juga mampu mengikat kesetiaan pelanggan, karyawan, kolega, masyarakat dan berbagai aspek internal dan eksternal lain yang akan berimbas pada semakin kokohnya pilar dan citra perusahaan.
Public Relations yang sering juga disingkat humas, adalah praktik mengelola penyebaran informasi antara individu atau organisasi dan masyarakat. Humas dapat mencakup sebuah organisasi atau individu yang mendapatkan eksposur ke khalayak mereka menggunakan topik kepentingan publik dan berita yang tidak memerlukan pembayaran langsung.
Pada tanggal 28 Desember 2014, Air Traffic Control (ATC) kehilangan kontak dengan pesawat AirAsia QZ8501 sejam setelah pesawat meninggalkan Surabaya menuju Singapura. Belakangan diketahui bahwa mesin pesawat mati setelah naik dengan kecepatan abnormal dalam kondisi cuaca yang buruk dan kemudian jatuh di perairan Selat Karimata. Bagi maskapai atau perusahaan penerbangan, insiden yang menimpa penerbangan adalah salah satu krisis besar yang mengancam reputasi dan keberlangsungan hidup perusahaan. Banyak maskapai yang hancur reputasinya akibat insiden yang menimpa penerbangan mereka, hingga lambat laun ditinggalkan oleh konsumennya. Dalam hal ini, kita akan membahas bagaimana dan apa saja strategi yang dilakukan oleh public relations AirAsia untuk tetap menjaga citra perusahaan dimata masyarakat.


PEMBAHASAN

Krisis ditafsirkan dengan banyak pengertian. Webster (dalam Nova, 2014) mendefinisikan krisis sebagai “A sudden turn for better or worse; a desicive moment; an unstable state of affairs in which a desicive change is impending; situation that has reached a critical phase”. Sebuah krisis dapat mengganggu aktivitas sebuah organisasi, bahkan terkadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaannya. Karenanya, krisis harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal setelah itu.
Dalam situasi krisis, kecepatan respon sangat penting. Tanggapan tertunda akan menciptakan kesenjangan kredibilitas. Pihak Manajemen AirAsia tampaknya memahami hal tersebut. Segera setelah insiden, mereka bergerak cepat dengan mengoptimalkan saluran media baru, seperti menggunakan seluruh platform media sosial yang mereka miliki untuk berkomunikasi dengan publik. Yang tak kalah penting, tim public relations AirAsia segera menjadikan CEO AirAsia, Tony Fernandes, sebagai ikon penting di dalam mengelola krisis. Pergerakan cepat CEO AirAsia ini terpantau mulai dari keberangkatan ke Surabaya. AirAsia ingin menunjukkan rasa empati, rasa bersama menanggung kesedihan bersama keluarga yang sedang cemas ketika itu. Di saat yang bersamaan, rasa empati tersebut juga mereka tunjukkan melalui media Twitter, Facebook, dan pernyataan-pernyataan resmi yang dikeluarkan pada saat konferensi pers. AirAsia mengambil langkah-langkah komunikasi yang sangat humanis pada saat krisis terjadi.
Pendekatan lain adalah munculnya CEO AirAsia sebagai frontman dalam strategi komunikasi krisis mereka. Segera setelah insiden, Tony Fernandes menyediakan waktunya untuk bertemu dengan media, berbicara dengan pejabat pemerintah yang berwenang, dan menginformasikan setiap perkembangan terkini melalui akun Twitter pribadinya. Pada tanggal 27 Desember, CEO AirAsia Group Tony Fernandes dalam akun twitter @tonyfernandes me-retweet pernyataan resmi tentang hilangnya pesawat AirAsia dari akun twitter resmi AirAsia. “AirAsia Indonesia regrets to confirm that QZ8501 from Surabaya to Singapore has lost contact at 07:24hrs this morning,” demikian isi re-tweet-nya. Pada tanggal yang sama, Tony kembali berkicau bahwa ia berjanji akan segera memberikan pernyataan resmi terkait insiden tersebut.
Tanggal 28 Desember, ia kembali berkicau tentang bagaimana menghilangnya pesawat AirAsia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura sebagai mimpi terburuknya. Ia menegaskan bahwa AirAsia tidak akan berhenti begitu saja. Ia mengaku tersentuh dengan dukungan yang terus mengalir dari para pengusaha penerbangan lainnya. Sebagai CEO, ia juga akan bersama-sama dengan seluruh karyawan dan penumpang untuk menghadapi masa sulit ini.
Kicauan Tony seputar informasi terkini dan rasa simpatik kepada keluarga penumpang masih terus berlanjut. Pada tanggal 29 Desember, kicauan Tony mengungkapkan bahwa ia telah menemui keluarga penumpang serta keluarga para crew Air Asia QZ8501. Berikut ini salah satu tweet Tony, “Been one of my toughest days. Spent a large part of day meeting families of passangers. Doing whatever we can.” Dia bersiap dengan fakta-fakta dan kesediaan berbagi apapun kebenaran yang berhasil diungkap. Dia tampak begitu tulus dan bersungguh-sungguh dalam setiap gesturnya.
Langkah selanjutnya yang diambil oleh PR AirAsia adalah menyatakan secara resmi kehilangan pesawat QZ8501 lewat tim komunikasi. Melalui Communication AirAsia Indonesia Malinda Yasmin, AirAsia menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk mengetahui kondisi terkini mengenai status penumpang dan crew member dari pesawat jenis Airbus A320-200 dengan nomor registrasi PK-AXC.

Sejak resmi dinyatakan hilang pada 28 Desember, Tony Fernandes langsung terbang ke Surabaya guna menjumpai sekaligus berkomunikasi langsung dengan keluarga penumpang serta keluarga para crew pesawat AirAsia QZ8501. Manajemen AirAsia Indonesia bersama Gubernur Provinsi Jawa Timur Soekarwo, tim Basarnas, dan PT Angkasa Pura I juga telah berjumpa dengan anggota keluarga penumpang pada Minggu malam (28/12).
Manajemen AirAsia Indonesia juga mengirim rilis kepada media seputar up-date informasi hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. “Kami sungguh terpukul atas kejadian ini. Adapun kami tengah berkoordinasi dengan seluruh otoritas terkait guna menentukan penyebab dari kejadian ini. Sementara itu, saat ini prioritas utama kami adalah tetap memberikan informasi terkini kepada keluarga atau kerabat penumpang dan karyawan AirAsia yang berada di pesawat tersebut,” demikian dikatakan Presiden Direktur AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko dalam siaran pers yang diterima Minggu (28/12) malam.
Dan langkah yang paling penting yang diambil oleh tim PR Air Asia adalah dengan menggelar press conference di hadapan media. Pada tanggal 29 Desember 2014, manajemen Air Asia menggelar press conference di Surabaya di hadapan media nasional, lokal, dan asing, terkait hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. Hadir dalam kesempatan itu, perwakilan AirAsia termasuk Tony Fernandes, pemerintah Indonesia, Tim Basarnas, dan tim terkait lainnya.

KESIMPULAN

Kasus Air Asia tersebut bisa dikaitkan dengan beberapa teori. Yaitu teori dari Dozier, serta dapat juga dianalisis dengan teori dari Grunig dan Hunt. Jika dianalisis menggunakan teknik Dozier, Air Asia telah meletakkan PR pada peran Problem Solving Facilitator. Dimana dalam kasus ini, PR dari Air Asia di haruskan untuk menemukan celah dan mengambil langkah untuk menyelasaikan kasus yang sedang menjerat perusahaannya. PR Air Asia tidak hanya menjadi juru bicara dari perusahaan, namun juga merancang agenda – agenda yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi.
Dalam memenuhi peran sebagai Problem Solving Facilitator, maka PR dari Air Asia secara tidak langsung juga telah memenuhi peran sebagai Communication Facilitator. Dimana dalam kasus ini, PR menjadi jembatan antara perusahaan dengan public dan media. Contohnya dengan menjadi juru bicara mewakili perusahaan.
Menurut saya, tim public relation AirAsia mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengalami situasi yang terjadi. Mereka memberikan penjelasan dan update informasi terus-menerus kepada publik dan keluarga korban. Dengan menjadikan CEO Air Asia Tony Fernandes sebagai yang berbicara langsung kepada publik membuat citra Air Asia tetap baik dimata masyarakat. Menurut beberapa pemberitaan oleh media setelah kejadian tersebut, melalui komentar komisaris Air Asia menyebutkan bahwa dia bersyukur karena para penumpang setia tidak beralih kepada maskapai lainnya dan tidak menyurutkan minat penumpang untuk terbang bersama Air Asia. Dengan hal tersebut Management Air Asia berencana untuk melakukan rebranding. Bahkan setahun setelah kecelakaan terjadi, Air Asia terus membangun citranya dengan mengadakan acara peringatan dan mendapat apresiasi yang baik dari keluarga korban.

SARAN

            Peningkatan kualitas dan pelayanan dari Air Asia juga perlu untuk ditingkatkan lagi. Dengan adanya kejadian jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 ini membuat tidak sedikit orang juga yang akan berpikir untuk kedua kalinya menggunakan maskapai ini. Meski dengan harga tiket yang murah, masyarakat tetap berharap bahwa keselamatan tetap adalah yang utama. Meski tidak mengalami secara dratis penurunan pembelian, tetapi jika tingkat pelayanan tidak ditingkatkan akan berpengaruh untuk perusahaan kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20150108132006-92-23215/pasca-evakuasi-indonesia-airasia-lakukan-rebranding 
 
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20151228194700-20-100784/keluarga-korban-peringati-setahun-tragedi-airasia-qz8501