LATAR BELAKANG
Setiap
organisasi, termasuk korporasi dan institusi bisnis lainnya, rentan terhadap
krisis. Krisis merupakan suatu peristiwa yang kehadirannya dapat membahayakan
atau mengancam citra, reputasi, stabilitas keuangan suatu organisasi, bahkan mengancam
keberlangsungan hidup organisasi. Meski krisis juga bisa menjadi sebuah peluang
bagi organisasi untuk memperbaiki dan mentrasformasi diri, namun pada umumnya
kegagalan mengelola krisis akan berakibat pada hal-hal negatif yang telah
disebutkan di atas. Oleh karena
itu, PR
atau Public Relation dalam sebuah perusahaan memiliki peran yang sangat
penting. Strategi PR yang baik dapat membantu perusahaan mengembangkan
bisnisnya dengan mudah, menghindari segala ancaman dan memperoleh dukungan dari
berbagai kalangan. Strategi PR yang baik juga mampu mengikat kesetiaan
pelanggan, karyawan, kolega, masyarakat dan berbagai aspek internal dan
eksternal lain yang akan berimbas pada semakin kokohnya pilar dan citra
perusahaan.
Public
Relations yang sering juga disingkat humas, adalah praktik mengelola penyebaran
informasi antara individu atau organisasi dan masyarakat. Humas dapat mencakup
sebuah organisasi atau individu yang mendapatkan eksposur ke khalayak mereka
menggunakan topik kepentingan publik dan berita yang tidak memerlukan
pembayaran langsung.
Pada
tanggal 28
Desember 2014, Air Traffic Control (ATC) kehilangan kontak dengan pesawat
AirAsia QZ8501 sejam setelah pesawat meninggalkan Surabaya menuju Singapura.
Belakangan diketahui bahwa mesin pesawat mati setelah naik dengan kecepatan
abnormal dalam kondisi cuaca yang buruk dan kemudian jatuh di perairan Selat
Karimata. Bagi maskapai atau perusahaan penerbangan, insiden yang menimpa
penerbangan adalah salah satu krisis besar yang mengancam reputasi dan keberlangsungan
hidup perusahaan. Banyak maskapai yang hancur reputasinya akibat insiden yang
menimpa penerbangan mereka, hingga lambat laun ditinggalkan oleh konsumennya. Dalam hal ini, kita akan membahas bagaimana dan apa
saja strategi yang dilakukan oleh public relations AirAsia untuk tetap menjaga
citra perusahaan dimata masyarakat.
PEMBAHASAN
Krisis
ditafsirkan dengan banyak pengertian. Webster (dalam Nova, 2014) mendefinisikan
krisis sebagai “A sudden turn for better or worse; a desicive moment; an unstable
state of affairs in which a desicive change is impending; situation that has
reached a critical phase”. Sebuah krisis dapat mengganggu aktivitas sebuah
organisasi, bahkan terkadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaannya.
Karenanya, krisis harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan
normal setelah itu.
Dalam
situasi krisis, kecepatan respon sangat penting. Tanggapan tertunda akan
menciptakan kesenjangan kredibilitas. Pihak Manajemen AirAsia tampaknya
memahami hal tersebut. Segera setelah insiden, mereka bergerak cepat dengan
mengoptimalkan saluran media baru, seperti menggunakan seluruh platform media
sosial yang mereka miliki untuk berkomunikasi dengan publik. Yang tak kalah
penting, tim public relations AirAsia segera menjadikan CEO AirAsia, Tony
Fernandes, sebagai ikon penting di dalam mengelola krisis. Pergerakan cepat CEO
AirAsia ini terpantau mulai dari keberangkatan ke Surabaya. AirAsia ingin
menunjukkan rasa empati, rasa bersama menanggung kesedihan bersama keluarga yang
sedang cemas ketika itu. Di
saat yang bersamaan, rasa empati tersebut juga mereka tunjukkan melalui media
Twitter, Facebook, dan pernyataan-pernyataan resmi yang dikeluarkan pada saat
konferensi pers. AirAsia mengambil langkah-langkah komunikasi yang sangat
humanis pada saat krisis terjadi.
Pendekatan lain
adalah munculnya CEO AirAsia sebagai frontman dalam strategi komunikasi krisis
mereka. Segera setelah insiden, Tony Fernandes menyediakan waktunya untuk
bertemu dengan media, berbicara dengan pejabat pemerintah yang berwenang, dan
menginformasikan setiap perkembangan terkini melalui akun Twitter pribadinya. Pada tanggal 27 Desember, CEO AirAsia
Group Tony Fernandes dalam akun twitter @tonyfernandes me-retweet pernyataan
resmi tentang hilangnya pesawat AirAsia dari akun twitter resmi AirAsia.
“AirAsia Indonesia regrets to confirm that QZ8501 from Surabaya to Singapore
has lost contact at 07:24hrs this morning,” demikian isi re-tweet-nya. Pada
tanggal yang sama, Tony kembali berkicau bahwa ia berjanji akan segera
memberikan pernyataan resmi terkait insiden tersebut.
Tanggal 28 Desember, ia kembali
berkicau tentang bagaimana menghilangnya pesawat AirAsia QZ8501 jurusan
Surabaya-Singapura sebagai mimpi terburuknya. Ia menegaskan bahwa AirAsia tidak
akan berhenti begitu saja. Ia mengaku tersentuh dengan dukungan yang terus
mengalir dari para pengusaha penerbangan lainnya. Sebagai CEO, ia juga akan
bersama-sama dengan seluruh karyawan dan penumpang untuk menghadapi masa sulit
ini.
Kicauan Tony seputar informasi
terkini dan rasa simpatik kepada keluarga penumpang masih terus berlanjut. Pada
tanggal 29 Desember, kicauan Tony mengungkapkan bahwa ia telah menemui keluarga
penumpang serta keluarga para crew Air Asia QZ8501. Berikut ini salah satu
tweet Tony, “Been one of my toughest days. Spent a large part of day meeting
families of passangers. Doing whatever we can.” Dia bersiap dengan
fakta-fakta dan kesediaan berbagi apapun kebenaran yang berhasil diungkap. Dia
tampak begitu tulus dan bersungguh-sungguh dalam setiap gesturnya.
Langkah selanjutnya yang
diambil oleh PR AirAsia adalah menyatakan
secara resmi kehilangan pesawat QZ8501 lewat tim komunikasi. Melalui
Communication AirAsia Indonesia Malinda Yasmin, AirAsia menyatakan bahwa
pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk mengetahui
kondisi terkini mengenai status penumpang dan crew member dari pesawat jenis
Airbus A320-200 dengan nomor registrasi PK-AXC.
Sejak resmi dinyatakan hilang pada
28 Desember, Tony Fernandes langsung terbang ke Surabaya guna menjumpai
sekaligus berkomunikasi langsung dengan keluarga penumpang serta keluarga para
crew pesawat AirAsia QZ8501. Manajemen AirAsia Indonesia bersama Gubernur
Provinsi Jawa Timur Soekarwo, tim Basarnas, dan PT Angkasa Pura I juga telah
berjumpa dengan anggota keluarga penumpang pada Minggu malam (28/12).
Manajemen AirAsia Indonesia juga
mengirim rilis kepada media seputar up-date informasi hilangnya pesawat AirAsia
QZ8501. “Kami sungguh terpukul atas kejadian ini. Adapun kami tengah
berkoordinasi dengan seluruh otoritas terkait guna menentukan penyebab dari
kejadian ini. Sementara itu, saat ini prioritas utama kami adalah tetap
memberikan informasi terkini kepada keluarga atau kerabat penumpang dan
karyawan AirAsia yang berada di pesawat tersebut,” demikian dikatakan Presiden
Direktur AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko dalam siaran pers yang diterima
Minggu (28/12) malam.
Dan langkah yang paling
penting yang diambil oleh tim PR Air Asia adalah dengan menggelar press
conference di hadapan media. Pada tanggal 29 Desember 2014, manajemen Air Asia menggelar press
conference di Surabaya di hadapan media nasional, lokal, dan asing, terkait
hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. Hadir dalam kesempatan itu, perwakilan
AirAsia termasuk Tony Fernandes, pemerintah Indonesia, Tim Basarnas, dan tim
terkait lainnya.
KESIMPULAN
Kasus Air
Asia tersebut bisa dikaitkan dengan beberapa teori. Yaitu teori dari Dozier,
serta dapat juga dianalisis dengan teori dari Grunig dan Hunt. Jika dianalisis
menggunakan teknik Dozier, Air Asia telah meletakkan PR pada peran Problem Solving Facilitator.
Dimana dalam kasus ini, PR dari Air Asia di haruskan untuk menemukan celah dan
mengambil langkah untuk menyelasaikan kasus yang sedang menjerat perusahaannya.
PR Air Asia tidak hanya menjadi juru bicara dari perusahaan, namun juga
merancang agenda – agenda yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang sedang
terjadi.
Dalam
memenuhi peran sebagai Problem
Solving Facilitator, maka PR dari Air Asia secara tidak langsung juga
telah memenuhi peran sebagai Communication
Facilitator. Dimana dalam kasus ini, PR menjadi jembatan antara
perusahaan dengan public dan media. Contohnya dengan menjadi juru bicara
mewakili perusahaan.
Menurut saya, tim public
relation AirAsia mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengalami situasi yang
terjadi. Mereka memberikan penjelasan dan update informasi terus-menerus kepada
publik dan keluarga korban. Dengan menjadikan CEO Air Asia Tony Fernandes
sebagai yang berbicara langsung kepada publik membuat citra Air Asia tetap baik
dimata masyarakat. Menurut beberapa pemberitaan oleh media setelah kejadian
tersebut,
melalui komentar komisaris Air Asia menyebutkan bahwa dia bersyukur karena para
penumpang setia tidak beralih kepada maskapai lainnya dan tidak menyurutkan
minat penumpang untuk terbang bersama Air Asia.
Dengan hal tersebut Management Air Asia
berencana untuk melakukan rebranding. Bahkan
setahun
setelah kecelakaan terjadi, Air Asia terus
membangun citranya dengan mengadakan acara peringatan dan mendapat apresiasi
yang baik dari keluarga korban.
SARAN
Peningkatan
kualitas dan pelayanan dari Air Asia juga perlu untuk ditingkatkan lagi. Dengan
adanya kejadian jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 ini membuat tidak sedikit
orang juga yang akan berpikir untuk kedua kalinya menggunakan maskapai ini.
Meski dengan harga tiket yang murah, masyarakat tetap berharap bahwa keselamatan
tetap adalah yang utama. Meski tidak mengalami secara dratis penurunan
pembelian, tetapi jika tingkat pelayanan tidak ditingkatkan akan berpengaruh
untuk perusahaan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20150108132006-92-23215/pasca-evakuasi-indonesia-airasia-lakukan-rebranding
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20151228194700-20-100784/keluarga-korban-peringati-setahun-tragedi-airasia-qz8501